Saturday, February 9, 2013

Keutamaan Sifat Malu



JIKA TIDAK MALU, BERBUATLAH SESUKAMU

Adalah hal yang maklum, bahwa agama islam merupakan agama yang paripurna, agama yang penuh dengan keindahan. Cakupan nilai-nilai yang diajarkan menyeluruh, tidak hanya mengatur masalah ibadah yang notabene perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Sang Kholiq, namun juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan interaksi antar sesama manusia. Dibangun di atas akidah yang bersih dari kesyirikan. Membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk, hingga cinta dan penghambaannya semata-mata hanya untuk Allah ‘Azza Wa Jalla. Allah berfirman dalam surat al-An’am 162-163:

Anda termasuk yang mana
قُلْ إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
                                                                          Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.
Ibadah yang diajarkan islam mudah dan tidak membebani. Muamalahnya adil dan jauh dari kedloliman, mewujudkan nuansa tolong-menolong diatas ketaqwaan dan kebaikan antar sesama. Demikian pula akhlak yang dibawa oleh Islam adalah akhlak yang mulia dan menakjubkan, yang membawa kedamaian bagi kehidupan seluruh ummat manusia. Bahkan keberadaan akhlak ini memiliki kedudukan yang sangat pokok dalam islam, yang juga menjadi salah satu alasan diutusnya Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang berbunyi:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”

Akhlak adalah gambaran kondisi jiwa seseorang yang memunculkan suatu perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan akal pikiran terlebih dahulu. Atau dengan kata lain, akhlak merupakan karakter batin yang sudah terbiasa dilakukan dan sudah menjadi tabiat dari seseorang.
Banyak sekali dalil yang menerangkan tentang keutamaan orang yang berakhlak mulia, diantaranya hadits Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
 “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”
Diantara akhlak islam yang saat ini sudah mulai terkikis dan semakin terlupakan dari individu ummat islam adalah sifat malu. Kalau kita lihat, banyak sekali kejadian dan fenomena-fenomena penyimpangan yang terjadi dikalangan ummat islam yang semua itu diakibatkan karena hilangnya sifat malu dalam diri mereka, seperti semakin meningkatnya kenakalan remaja, terjadinya pelecehan-pelecehan seksual, korupsi yang merajalela, pergaulan bebas, ataupun dekadensi moral lain yang membuktikan semakin jauhnya mereka dari nilai-nilai akhlak yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam, termasuk semakin pudarnya sifat malu pada mereka.
Seandainya sifat malu masih kuat tertanam dalam hati dan jiwa mereka, tentunya berbagai penyimpangan tersebut tidak akan dilakukan, karna sifat malu pada hahekatnya tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu akan mengajak pemiliknya untuk senantiasa menghias dirinya dengan kemuliaan dan menjauhi sifat-sifat yang hina. 
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan”

Dalam kesempatan lain Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

ما كان الحياء في شيء قط إلاَّ زانه ، ولاَ كان الفحش في شيء قط إلاَّ شانه
"Malu tidak akan menjadikan sesuatu kecuali memperindahnya, sedangkan kekejian tidak akan menjadikan sesuatu kecuali memperburuknya.

Ulama mendefinisikan malu sebagai suatu tabiat atau perasaan yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, serta meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela. Sehingga dengan sifat ini akan timbul rasa takut dalam hati seseorang untuk melakukan hal-hal yang telah dilarang oleh Alloh subhaanahuu wa ta’aala, meninggalkan sesuatu yang telah diwajibkan, ataupun melakukan sesuatu yang tidak dianggap baik menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat. Rasa malu merupakan al-libas al-taqwa yang akan menjadi tameng bagi pemiliknya dari melakukan kemaksiatan, kehinaan, dan semua hal yang tidak di ridloi Alloh subhaanahuu wa ta’aala.
Menurut Ibnu al-Qoyyim, malu yang dalam bahasa arab di sebut al-hayaa’ berasal dari kata al-hayaah yang berarti hidup. Maksudnya malu sangat berpengaruh pada hidup matinya hati seseorang. Begitu pentingnya peranan sifat malu dalam kehidupan seseorang, sehingga ia dinyatakan sebagai bagian dari iman. Sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam:

الإيمان بضع وستون شعبة فأفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان
Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah ucapan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain Rosul sholallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

الحياء من الإيمان والإيمان في الجنة والبذاء من الجفاء والجفاء في النار
“Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka” (HR. Ahmad)

Malu merupakan akhlak islam yang seyogyanya ada dalam setiap pribadi ummat islam. Karna dengan sifat malu yang mereka miliki, akan menarik datangnya sifat-sifat mulya yang lain seperti sifat ‘iffah (menjaga kehormatan) dan sifat wiraa’i (menjauhkan diri dari yang diharamkan). Pun demikian, harus difahami bahwa sifat malu yang dimaksud di sini adalah sifat malu yang terpuji, sifat malu yang mendorong pemiliknya untuk melakukan perbuatan baik dan mencegahnya dari melakukan kemaksiatan. Bukan sebaliknya, sifat malu yang justru menghalangi pemiliknya dari kebaikan.

Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah radliyalloohu ‘anha pernah berkata tentang sifat para wanita Anshor:    
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ اْلأَنْصَارِ، لَـمْ يَمْنَعْهُنَّ الْـحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِـي الدِّيْنِ
”Sebaik-baik wanita adalah wanita anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mempelajari agama.” (HR. al-Bukhari)

Demikianlah, termasuk hal yang menghalangi seseorang untuk berbuat buruk adalah sifat malu. Semakin kuat sifat malu dalam diri seseorang maka dia akan lebih menjaga kehormatannya, lebih memupus kejelekan-kejelekannya, dan lebih menyebarkan kebaikannya. Sebaliknya tanpa rasa malu, akan membuat dia bertindak semaunya, lebih menuruti hawa nafsunya, yang pada akhirnya akan membuatnya sebagai seorang yang merugi. Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِـمَّـا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
”Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu. (karena perbuatanmu kelak akan dipertanggungjawabkan)” (HR. al-Bukhari)
Sebagai ending : semoga Alloh subhaanahu wa ta’aala senantiasa memberi anugerah hidayah dan mau’nah kepada kita semua untuk selalu memelihara sifat malu dalam diri kita dan menghiasi diri kita dengan akhlak-akhlak islam. Amien yaa robbal ‘alamien. Allohu A’lam….
          
                                                     

No comments:

Post a Comment