Adalah hal yang maklum, bahwa agama
islam merupakan agama yang paripurna, agama yang penuh dengan keindahan. Cakupan
nilai-nilai yang diajarkan menyeluruh, tidak hanya mengatur masalah ibadah yang
notabene perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Sang Kholiq, namun juga
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan interaksi antar sesama manusia. Dibangun
di atas akidah yang bersih dari kesyirikan. Membebaskan manusia dari
penghambaan kepada makhluk, hingga cinta dan penghambaannya semata-mata hanya
untuk Allah ‘Azza Wa Jalla. Allah berfirman dalam surat al-An’am 162-163:
Anda termasuk yang mana |
قُلْ إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
(163)
Katakanlah,
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah)”.
Ibadah yang diajarkan islam mudah dan
tidak membebani. Muamalahnya adil dan jauh dari kedloliman, mewujudkan nuansa
tolong-menolong diatas ketaqwaan dan kebaikan antar sesama. Demikian pula
akhlak yang dibawa oleh Islam adalah akhlak yang mulia dan menakjubkan, yang
membawa kedamaian bagi kehidupan seluruh ummat manusia. Bahkan keberadaan
akhlak ini memiliki kedudukan yang sangat pokok dalam islam, yang juga menjadi
salah satu alasan diutusnya Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam,
sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang berbunyi:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk
menyempurnakan akhlak
yang mulia”
Akhlak adalah gambaran kondisi jiwa seseorang yang memunculkan
suatu perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan akal pikiran
terlebih dahulu. Atau dengan kata lain, akhlak merupakan karakter batin yang
sudah terbiasa dilakukan dan sudah menjadi tabiat dari seseorang.
Banyak
sekali dalil yang menerangkan tentang keutamaan orang yang berakhlak mulia,
diantaranya hadits Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya”
Diantara akhlak islam yang saat ini sudah mulai terkikis dan semakin
terlupakan dari individu ummat islam adalah sifat malu. Kalau kita lihat,
banyak sekali kejadian dan fenomena-fenomena penyimpangan yang terjadi
dikalangan ummat islam yang semua itu diakibatkan karena hilangnya sifat malu
dalam diri mereka, seperti semakin meningkatnya kenakalan remaja, terjadinya pelecehan-pelecehan
seksual, korupsi yang merajalela, pergaulan bebas, ataupun dekadensi moral lain
yang membuktikan semakin jauhnya mereka dari nilai-nilai akhlak yang dibawa
oleh baginda Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam, termasuk semakin pudarnya
sifat malu pada mereka.
Seandainya sifat malu masih kuat tertanam dalam hati dan jiwa
mereka, tentunya berbagai penyimpangan tersebut tidak akan dilakukan, karna
sifat malu pada hahekatnya tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.
Malu akan mengajak pemiliknya untuk senantiasa menghias dirinya dengan kemuliaan
dan menjauhi sifat-sifat yang hina.
Rosululloh
sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan”
Dalam kesempatan lain Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam juga
bersabda:
ما كان الحياء في شيء قط إلاَّ زانه ، ولاَ كان الفحش في شيء قط إلاَّ
شانه
"Malu tidak
akan menjadikan sesuatu
kecuali memperindahnya, sedangkan kekejian tidak akan menjadikan sesuatu kecuali memperburuknya”.
Ulama mendefinisikan malu sebagai suatu tabiat atau perasaan yang
mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, serta
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela. Sehingga dengan sifat
ini akan timbul rasa takut dalam hati seseorang untuk melakukan hal-hal yang
telah dilarang oleh Alloh subhaanahuu wa ta’aala, meninggalkan sesuatu yang
telah diwajibkan, ataupun melakukan sesuatu yang tidak dianggap baik menurut
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Rasa malu merupakan al-libas al-taqwa
yang akan menjadi tameng bagi pemiliknya dari melakukan kemaksiatan, kehinaan,
dan semua hal yang tidak di ridloi Alloh subhaanahuu wa ta’aala.
Menurut Ibnu al-Qoyyim, malu yang dalam
bahasa arab di sebut al-hayaa’ berasal dari kata al-hayaah yang
berarti hidup. Maksudnya malu sangat berpengaruh pada hidup matinya hati
seseorang. Begitu pentingnya peranan sifat malu dalam kehidupan seseorang,
sehingga ia dinyatakan sebagai bagian dari iman. Sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam:
الإيمان بضع وستون شعبة فأفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى
عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان
“Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang.
Cabang yang paling tinggi adalah ucapan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah
satu cabang Iman.”
(HR. Muslim)
Dalam hadits yang lain Rosul sholallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
الحياء من الإيمان والإيمان في الجنة والبذاء من الجفاء والجفاء في النار
“Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan perkataan
kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka” (HR. Ahmad)
Malu merupakan akhlak islam yang seyogyanya
ada dalam setiap pribadi ummat islam. Karna dengan sifat malu yang mereka
miliki, akan menarik datangnya sifat-sifat mulya yang lain seperti sifat ‘iffah
(menjaga kehormatan) dan sifat wiraa’i (menjauhkan diri dari yang
diharamkan). Pun demikian, harus difahami bahwa sifat malu yang dimaksud di sini
adalah sifat malu yang terpuji, sifat malu yang mendorong pemiliknya untuk
melakukan perbuatan baik dan mencegahnya dari melakukan kemaksiatan. Bukan
sebaliknya, sifat malu yang justru menghalangi pemiliknya dari kebaikan.
Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah radliyalloohu
‘anha pernah berkata tentang sifat para wanita Anshor:
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ اْلأَنْصَارِ، لَـمْ يَمْنَعْهُنَّ الْـحَيَاءُ
أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِـي الدِّيْنِ
”Sebaik-baik wanita adalah wanita anshar, rasa malu tidak menghalangi
mereka untuk mempelajari agama.” (HR. al-Bukhari)
Demikianlah, termasuk hal yang
menghalangi seseorang untuk berbuat buruk adalah sifat malu. Semakin kuat sifat
malu dalam diri seseorang maka dia akan lebih menjaga kehormatannya, lebih memupus
kejelekan-kejelekannya, dan lebih menyebarkan kebaikannya. Sebaliknya tanpa
rasa malu, akan membuat dia bertindak semaunya, lebih menuruti hawa nafsunya, yang
pada akhirnya akan membuatnya sebagai seorang yang merugi. Nabi sholallohu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إِنَّ مِـمَّـا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى
: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ
مَا شِئْتَ
”Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari
kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah
sesukamu. (karena perbuatanmu kelak akan dipertanggungjawabkan)” (HR.
al-Bukhari)
Sebagai ending : semoga Alloh subhaanahu wa ta’aala senantiasa memberi
anugerah hidayah dan mau’nah kepada kita semua untuk selalu memelihara sifat
malu dalam diri kita dan menghiasi diri kita dengan akhlak-akhlak islam. Amien
yaa robbal ‘alamien. Allohu A’lam….
No comments:
Post a Comment