Salah satu rahasia seorang murid
bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan hormat kepada
gurunya. Guru adalah orang yang punya ilmu, terdidik, dan mendidik. Sedangkan
murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang murid harus
berbakti kepada gurunya. Dia tidak boleh membantah apalagi menentang perintah
sang guru (kecuali jika gurunya mengajarkan ajaran yang tercela dan
bertentangan dengan syariat Islam maka sang murid wajib tidak menurutinya).
Kalau titah guru baik, murid tidak boleh membantahnya.
Inilah yang dilakukan Kyai . Beliau nyantri kepada Kyai Kholil,
Bangkalan. Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai Hasyim dididik akhlaknya. Saban
hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya angon (merawat) sapi dan kambing. Kyai Hasyim
disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kyai
Kholil kepada muridnya itu memang bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu
pragmatis. Langsung penerapan.
Sebagai murid, Kyai Hasyim tidak
pernah nggresulo (mengeluh) disuruh gurunya angon (beternak) sapi
dan kambing. Beliau terima titah gurunya itu sebagai bentuk khidmat
(penghormatan) kepada guru. Beliau sadar bahwa ilmu dari gurunya akan berhasil
diperoleh apabila sang guru ridlo kepada muridnya. Inilah yang dicari Kyai
Hasyim, yakni keridhoan guru. Beliau tidak hanya menggali ilmu teoretis dari
Kyai Kholil tapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah “berkah” dari Kyai
Kholil. Kalau santri sekarang dimodel seperti ini, mungkin tidak tahan dan
langsung keluar dari pondok. Tidak memunafikan jika santri zaman sekarang lebih
mengutamakan mencari ilmu teoretis. Mencari ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu nahwu
shorof, dan sebagainya serta ilmu-ilmu umum yang ada. Sementara ilmu
"akhlak" terapannya malah kurang diperhatikan.
Alkisah
suatu ketika, seperti biasa Kyai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke
kandangnya, Kyai Hasyim langsung mandi dan sholat Ashar. Sebelum sempat mandi,
Kyai Hasyim melihat gurunya. Kyai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu
yang mengganjal di hati sang guru. Maka diberanikanlah oleh Kyai Hasyim untuk
bertanya kepada Kyai Kholil. "Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan
sedih", tanya Kyai Hasyim kepada Kyai Kholil. "Bagaimana tidak sedih,
wahai muridku. Cincin pemberian istriku jatuh di kamar mandi. Lalu masuk ke lubang
pembuangan akhir WC (septictank)," jawab Kyai Kholil dengan nada sedih.
Mendengar
jawaban sang guru, Kyai Hasyim segera meminta ijin untuk membantu mencarikan
cincin yang jatuh itu. Langsung saja Kyai Hasyim masuk ke kamar mandi dan
membongkar septictank (kakus). Bisa dibayangkan, namanya kakus dalamnya
bagaimana dan isinya apa saja. Namun dengan dorongan rasa hormat dan sayangnya
kepada gurunya, Kyai Hasyim tidak pikir panjang. Beliau langsung masuk ke
septictank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan
Kyai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil
ditemukan. Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan
cincinnya itu. Sampai terucap doa: "Aku ridho padamu wahai Hasyim,
Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau
akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu"
Demikianlah doa yang keluar dari Kyai Kholil. Karena yang berdoa seorang waliyullah
shalih, ya mustajab. Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kyai Hasyim
menjadi ulama besar. Mengapa bisa begitu? Di samping karena Kyai Hasyim adalah
pribadi pilihan, beliau mendapat "berkah" dari gurunya karena
gurunya ridho kepadanya.
Sepenggal cerita
di atas mengingatkan kita betapa pentingnya nilai ta’dzim seorang santri
terhadap Gurunya untuk memperoleh suatu Ilmu yang bermanfaat dikemudian hari.
Bukan tidak mungkin sedikit ilmu yang kita dapat akan lebih bermanfaat dari
pada ilmu yang berlimpah tetapi tidak mendapatkan Ridho dari Guru kita. Hal ini
setidaknya memberikan gambaran jelas betapa pentingnya nilai ta’dzim seorang
santri ataupun murid terhadap guru mereka.
Ni'mal adziem
No comments:
Post a Comment