Kausalitas Orang tua dalam Dunia Pendidikan
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan
pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
Sekolah sebagai
pengemban pendidikan diharapkan bersama masyarakat bekerja sama dalam menyiapkan
generasi bangsa yang beradab, berbudaya dan berkarakter sesuai amanah Undang-undang. Apabila implementasi
Pendidikan Karakter telah terlaksana dalam perilaku dan tercapai di perilaku
yang menunjukkan hal yang positif lingkungan sekolah dan di bawa dalam kehidupan
sehari-hari, maka telah terbentuk lah nilai karakter bangsa.
Perilaku yang dikembangkan
dalam indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya,
perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas ke
jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang
kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu
perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih
kompleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai indikator kepedulian sosial
pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi
makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.
Selanjutnya bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak. Sebagai orang tua harus memahami benar apa makna dari mendidik sehingga tidak
berpendapat bahwa mendidik adalah melarang, menasehat atau memerintah si anak.
Tetapi harus di pahami bahwa mendidik adalah proses memberi pengertian atau pemaknaan
kepada si anak agar si anak dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan
dirinya secara bertanggung jawab. Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat
melalui komunikasi maupun teladan/tindakan, contoh : jika ingin anak disiplin maka
orang tua dapat memberi teladan kepada si anak akan hal-hal yang baik dan beretika
atau orang tua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis dengan penuh
keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita mengedepankan sikap memerintah,
menasehat atau melarang maka langsung atau pun tidak akan berdampak pada sikap anak
yang bergaya otoriter dan mau menang sendiri. Kiranya orang tua dapat mengambil
pesan moral dari sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dengan judul “Anak Belajar dari Kehidupannya”: Jika anak dibesarkan
dengan celaan, ia akan belajar memaki / Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia akan belajar rendah diri / Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar
menahan diri / Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai /
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia akan belajar keadilan
/ Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh kepercayaan/ Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia akan belajar menghargai dirinya/ Jika anak dibesarkan
dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam
kehidupan.
Ada hubungan kausal antara bagaimana orang tua mendidik anak dengan
apa yang diperbuat anak. Atau ibarat nya apa yang orang tua tabor itulah yang
nanti akan dituai. Peran orang tua dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan secara
total oleh lembaga-lembaga persekolahan atau institusi formal lainnya. Karena bagaimana
pun juga tanggung jawab mendidik anak ada pada pundak orang tua. Secara pemahaman
dan pelaksanaan peran orang tua hendak nya melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.
Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan
hadiah
Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan menjanjikan
hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak terhadap sesuatu hal baru
dia melakukan sesuatu
2.
Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh,
memanjakan dan selalu khawatir
Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu baginya
untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang dimilikinya.
3.
Memahami bahasa non verbal
Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak efektif
melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan kesalahan dan memahami
perasaan si anak.
4.
Membantu anak memecahkan persoalan secara
bersama.
Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang
tua untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu anak memecahkan
persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap menjunjung tinggi kemandiriannya.
5.
Menjaga keharmonisan dalam keluarga
Ayah dan Ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan kekerasan
di depan anak-anak, sehingga anak-anak mencontoh dengan bertindak tidak menghargai
teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula pada temannya.
Demikian beberapa hal yang mestinya dijadikan perhatian oleh sekolah
dan para orang tua dalam mendidik anak-anaknya.Diakui bahwa hal tersebut di
atas dapat ditambahkan dengan hal lain yang positif agar menjadi perbendaharaan
pengetahuan dalam mendidik, namun yang terutama dari semua itu adalah orang tua
harus “bagaimana menciptakan dan membangun komunikasi yang efektif” dengan anak.
Karena hal ini akan secara langsung menjaga dan memelihara kedekatan secara emosional
dengan anaknya sehingga dapat mencegah perilaku menyimpang dari si anak.
Oleh Ardian Novianto
Pengajar di SMA Al-Munawwariyyah Bululawang
No comments:
Post a Comment